Tuesday, October 3, 2017

Catatan dari sebuah perjalanan singkat

Saat berangkat ke Houston untuk sebuah kunjungan singkat, saya  punya beberapa agenda yang ingin saya lakukan, seperti mengunjungi keluarga, sarapan di tempat favorit, bertemu teman - teman lama, mengunjungi tempat - tempat yang memberikan kesan saat kami sekeluarga menetap di Houston, tentu saja tak ketinggalan berbelanja oleh - oleh titipan anak - anak.
Oh ya.... kali ini hanya saya dan suami yang pergi ke Houston, sedangkan anak - anak di rumah bersama Opa Oma yang menjaga mereka.

Sejak sampai di Houston hari Minggu malam hingga beberapa hari setelahnya, hati ini seolah tak henti memanggil kembali semua hal yang kami lalui bersama sebagai keluarga yang sedang diberi kesempatan belajar saat itu. Melewati rumah kami dulu di Katy, sekolah anak - anak, tempat - tempat makan favorit, ditambah decak kagum terhadap segala perubahan yang terjadi setelah 2 tahun kami kembali ke Indonesia. Time flies......
Sampai di suatu pagi setelah sarapan, saya berjalan menyusuri tepi danau yang dulu sering saya lewati bersama anak - anak.... rasanya senang sekali bisa kembali menikmati lingkungan nyaman ini. Namun serasa ada yang hilang, tidak sempurna.... Saya rindu anak - anak..... Saya ingin mereka juga menikmati yang saya rasakan. Karena anak - anak tidak bersama kami, semua hal menyenangkan ini menjadi hambar....

Tetapi suatu hal yang membuat kami bersyukur saat itu adalah kami diberi kesempatan mengunjungi keluarga, sahabat - sahabat kami, dan mereka semua baik dalam arti bahwa "Tuhan selalu menjaga..."
Kami saling bercerita mengenai anak - anak, kegiatan dan karya masing - masing. Hal yang selalu saya dapat dari berbagi cerita bersama sahabat - sahabat kami adalah Tuhan pakai tangan mereka untuk berkarya dalam kehidupan mereka. ( I repeat that it is not what we do, but how much love we put into doing it ... Mother Teresa - extract from an address delivered in Rome, May 1982 )

Kami juga dapat menghadiri misa di Epiphany of The Lord, gereja di tempat tinggal kami dulu, dan datang ke acara ramah tamah setelah misa KKIH di St Catherine of Siena.
Bacaan Injil hari itu, Minggu 24 September 2017 : Matius 20:1 - 16 a, buat saya sungguh makin meneguhkan apa yang saya yakini bahwa, setiap kita diberi kesempatan dan kemampuan untuk berkarya dibidangnya masing - masing dimanapun kita berada. Setiap kita memiliki tugas yang sudah Tuhan berikan, tergantung pada diri kita untuk menerima dan mengerjakannya,  dan dengan apa yang kita masing - masing lakukan dimanapun, kita saling melengkapi.

Melanjutkan perjalanan dari St. Catherine of Siena menuju bandara untuk kembali ke Indonesia, serasa tercekat, menahan mata jangan sampai berair karena yang kami rasakan saat itu hanyalah bersyukur. Rasa syukur buat perjalanan ini, buat keluarga dan sahabat - sahabat kami, buat segala kehangatan komunitas KKIH dan Romo John Taosan, buat semua rencana Tuhan bagi setiap kita..... dan rasa syukur karena Tuhan selalu menjaga.......

Kami sudah kembali ke Indonesia bersama anak - anak dan melanjutkan kegiatan serta karya kami. Setiap saat kami menikmati keberadaan kami disini,  sama seperti keluarga dan sahabat - sahabat kami disana.

What a wonderful throw back....

"You cannot be anywhere other than where you are right now, so where you are now is exactly where you should be. You can say that the totality of the present is perfect... ( from The Tao of Joy Everyday - Derek Lin )"

The Lake at Cinco Ranch
 




Thursday, April 27, 2017

Tentang Book Visit

Sejak kecil, orang tua saya selalu mendorong saya membaca, mulai dengan cara berlangganan majalah BOBO yang hingga sekarang pun masih ada, membelikan saya serial Little House on The Prairie ( Laura Ingals Wilder ), serial Mallory Towers, serial Lima Sekawan ( Enid Blyton )dan Trio Detektif, hingga buku - buku pewayangan Rama Sinta, Mahabharata, Bharatayuda,  dan buku-  buku lain. Ayah saya juga suka baca buku terutama biografi tokoh - tokoh , dan masih dilakukan beliau hingga sekarang. Bacaan Intisari pun selalu ditunggu, kok anehnya saya kurang baca koran ya... lebih memilih media televisi jika mencari berita.😂

Kebiasaan baca dan kecintaan pada buku  membuat koleksi buku menumpuk di rumah. Apalagi saya punya kebiasaan berburu buku jika sedang sale, selalu dengan pemikiran " siapa tahu ada orang lain yang butuh informasi dan mau membacanya ". Makin bertumpuk deh koleksi saya di rumah.... Kemudian saya berpikir lagi... " Kenapa tidak dipinjamkan saja ke orang lain, supaya lebih bermanfaat?"

Suatu saat, di bulan Juni 2016, salah seorang sahabat mendonasikan sejumlah uang dan berpesan " I've heard that you have plan about  reading inisiative  for  kids and also help schools to make their library as an information resource for students. Please use the money and make it happen"
Dengan senang hati saya memulai program Book Visit yang juga menjadi jawaban atas kegelisahan saya tentang  anak - anak sekarang yang sangat kurang membaca buku.

Book Visit adalah program mendatangi masyarakat di lokasi - lokasi tertentu, mengajak mereka meminjam buku, membaca dan merawatnya. Book Visit memiliki visi bahwa nantinya siapapun suka membaca sehingga bertumbuh menjadi pribadi berwawasan luas. Book visit menjadi sebuah inspirasi  bagi siapa saja yang memiliki buku, menjadi tergerak untuk  berbagi dengan orang lain untuk menularkan kebiasaan membaca di masyarakat pada segala usia. Adapun misi Book Visit adalah berbagi dan meminjamkan buku kepada masyarakat sekitar, untuk mendorong mereka gemar membaca, mendidik masyarakat untuk menghargai buku dan melihat buku sebagai sumber informasi penambah wawasan. Book Visit juga membantu sekolah sekolah dalam mengelola dan mengoptimalkan fasilitas perpustakaannya, sehingga siswa menjadi gemar membaca dan dapat lebih menggali informasi dari perpustakaan mereka.

Penggemar Book Visit pertama adalah anak - anak dan ibu - ibu penjual buah di sepanjang bypass Minas Rumbai. Masih 3 orang awalnya.... kemudian bertambah menjadi 14 anak - anak. Lokasi lain yang didatangi adalah Rumah Asuhan Harapan Bangsa dan juga gereja katolik St. Lusia Rumbai. Saat ini jumlah anggota program Book Visit adalah 113.
Untuk program sekolah - sekolah yang akan dibantu pengelolaan perpustakaannya, Book Visit masih terus melakukan pendekatan - pendekatan yang bersifat mengedukasi pihak sekolah agar melihat peran penting perpustakaan dalam keberhasilan proses belajar mengajar.
Please follow our activities at:
https://www.instagram.com/edivasismaya/



Buku - buku koleksi lama

Rumah Asuhan Harapan Bangsa
 
Rumah AsuhanHarapan Bangsa

Gereja Katolik St. Lusia Rumbai

Gereja Katolik St. Lusia Rumbai

Gereja Katolik St. Lusia Rumbai
 
Gereja Katolik St. Lusia Rumbai

 Anak anak penjual buah disepanjang by pass Minas - Rumbai

We have  responsibility to our community, but we don't need to have all the answers. What we need to do is willing to do small steps and that could make a different....

Semoga.....


Wednesday, August 17, 2016

Membiasakan anak membuat keputusan untuk diri sendiri dan bertanggung jawab atas keputusan tersebut.


Cerita ini  tentang anak saya yang masih di kelas 5 SD.
Anak saya baru pindah ke sekolah yang memiliki pelajaran bahasa Mandarin. Dari tidak pernah belajar sama sekali, kemudian harus mulai mengejar ketinggalan pelajaran Mandarin yang sebenarnya sudah diajarkan sejak TK di sekolah tersebut. Belum lagi ditambah dengan lingkungan sekolah dan teman yang baru semua.
Sejak minggu pertama sekolah, anak - anak saya sudah mulai dengan pelajaran Mandarin tambahan sepulang sekolah. Mulai yang dasar sekali, dia perlahan berusaha menghafal cara baca, cara tulis dan arti kata.
Hingga awal minggu keempat sudah mulai ada test. Kebetulan hari itu dia istirahat di rumah karena masih batuk dan pilek. Sejak pagi, saya sudah ingatkan untuk membereskan pekerjaan rumahnya untuk besok. Dia hanya mengatakan bahwa Mandarin mau belajar dengan gurunya nanti sore, sementara pagi hari dia putuskan untuk belajar yang lain.

Setelah belajar Mandarin dan makan malam, dia masih meminta saya untuk membantunya belajar Mandarin karena besok ada test dan dia merasa belum siap. Saya pun dengan senang hati membantunya berlatih menulis dan menghafal arti. Saat sudah waktu tidur dan saya meminta untuk mengakhiri belajarnya, terdengar tangis perlahan. Saya tanya kenapa. Ternyata dia tetap merasa belum siap untuk test Mandarin besok.
Hmmmmm......... serasa kesal juga, karena saya sudah ingatkan sejak pagi untuk belajar yang diperlukan untuk keesokan hari.
Tapi, alih - alih marah..... saya cukup menenangkan saja bahwa apa yang sudah dia persiapkan itu cukup untuk test besok, supaya dia tidak cemas dan beranjak tidur.

Keesokan harinya....., sambil berkendara mengantar anak saya ke sekolah , saya mengajaknya untuk berandai - andai tentang keputusannya kemarin. Bahwa seandainya dia memutuskan pagi itu untuk langsung belajar Mandarin, maka waktu untuk belajar lebih lama dan ia akan menjadi lebih siap. Karena dia menundanya untuk belajar sore hari, dan ternyata waktunya kurang, maka ia menjadi cemas akan test pagi ini. Jadi...., hasil test hari ini adalah apa yang sudah ia persiapkan sepanjang sore hingga malam hari kemarin. Saya mengajaknya melihat akibat dari keputusannya kemarin pagi serta mengambil pelajaran dari hal tersebut.

Saat saya antar ke kelasnya, saya melihat keyakinan di matanya, bahwa dia sudah siap menghadapi test Mandarin hari ini sesulit apapun, karena itulah resiko keputusan yang sudah dibuatnya kemarin.

Itulah masa anak - anak... berlatih membuat keputusan dengan mempertimbangkan konsekuensi keputusannya. Sejalan dengan perkembangannya nanti, mereka akan belajar membuat keputusan tidak hanya mempertimbangkan konsekuensi bagi diri sendiri tetapi ditambah juga  bagi orang lain, dan memasukkan nilai nilai baik dan benar dalam pengambilan keputusan.

Berharap anak - anak terus belajar  melalui apa yang dialaminya sehari - hari menjadi bekal pemahamnanya akan sesuatu yang baik dan benar.

Semoga............








Wednesday, May 11, 2016

Perspektif lain tentang sebuah kompetisi.

Minggu lalu ada lomba renang untuk anak anak di komunitas kami. Sudah lama kompetisi renang ini tidak diadakan. Jadi saat kemarin dibuka pendaftaran lomba, maka para orang tua sangat antusias mendaftarkan anaknya untuk berpartisipasi. Termasuk juga saya,  selain mendaftar lomba, juga mengikutkan anak dalam program pelatihan 3 hari yang disediakan panitia menjelang perlombaan.

Saat hari lomba....,  kolam renang ramai dengan aktivitas pendaftaran ulang, pemanasan , dan persiapan lainnya. Orang tua terus memberi semangat dari tepi kolam sejak awal hingga akhir . Kami sendiri cukup melihat dari tribun, karena anak kami sudah cukup besar untuk bisa mandiri mengurus persiapannya. Beberapa perserta memiliki kemampuan yang bagus, ada beberapa yang masih perlu ditingkatkan. Ada juga yang tadinya mendaftar untuk gaya renang tertentu kemudian mundur karena tidak yakin dapat menyelesaikan lomba. Ada juga yang tetap berusaha terus sampai batas akhir. Seru melihat semua aktivitas ini....

Umumnya, kita melihat  kompetisi sebagai sebuah sarana mengukur kemampuan kita dan memperoleh penghargaan . Seringkali kemudian orang tua menjadi bias antara  tujuan positif kompetisi dengan ambisi agar anaknya memenangkan kompetisi tersebut. Jika sudah demikian, kecenderungan mengusahakan segala cara untuk menang seperti menggoda untuk dilakukan. Jika si anak menang, orang tua bangga, jika si anak kalah orang tua kecewa dan memarahi si anak. Pada akhirnya, tujuan kompetisi yang baik malah merusak perkembangan psikologis anak.

" Winning is nice if you don't lose your integrity in the process " - Arnold Horshack

Perspektif lain tentang kompetisi adalah melihat kompetisi sebagai sebuah sarana melatih kemampuan anak menghadapi apa yang terjadi dalam kehidupannya. Seorang anak yang akan mengikuti sebuah kompetisi, tentunya secara sadar mempersiapkan diri sebaiknya - baiknya untuk dapat menampilkan yang terbaik sebagai hasil dari persiapannya. Dalam diri si anak tentu ada keinginan untuk menang. Disinilah peran kita sebagai orang tua untuk mengingatkan anak bahwa menang dan kalah adalah hal biasa dalam sebuah kompetisi, karena yang terpenting adalah bagaimana si anak mempersiapkan mental dalam mengikuti kompetisi tersebut, merayakan kemenangan sewajarnya saat menang, dan saat kalah si anak tidak putus asa, bangkit  dan terus belajar. Pengalaman mengelola situasi menang kalah ini akan selalu dialami sepanjang hidup kita.

 
Selain hal menang kalah, kompetisi membuat anak belajar akan sebuah proses. Proses untuk mencapai suatu target dalam kompetisi membutuhkan kerja keras. Sebuah pencapaian apapun tidak ada yang seperti menjentikkan jari, selalu ada usaha dalam prosesnya. Ini penting juga ditanamkan pada anak.


Tanpa disadari sebuah kompetisi juga merupakan kesempatan bagi anak mengembangkan kemampuan interaksi sosialnya. Saya teringat anak saya sedang mengikuti pertandingan tennis saat itu. Sambil menunggu waktu bertanding, anak saya berteman dengan pemain - pemain dari kota lain yang terkadang menjadi lawannya juga, dan mereka terus berkomunikasi hingga sekarang.
Demikian juga dengan anak saya yang ikut lomba renang... dia dengan asyiknya menunggu sambil mengobrol dengan lawannya juga tanpa rasa cemas akan lomba renangnya itu sendiri.
Makin sering anak mengikuti kompetisi, anak makin percaya diri dalam mengikuti kompetisi lainnya dan melihat hal tersebut sebagai sebuah latihan semata. Melihat kompetisi bukan untuk melawan orang lain tetapi lebih pada kebutuhannya untuk mengembangkan potensi dan bertumbuh secara psikologis.


Semoga.....













Friday, April 22, 2016

Day 127 - True Character

True Character

Sometimes, you see people at less than their best. They raise their voice and lose their temper. Later they may apologize and said that negative behavior wasn't really them..


 
 
The pressure of life squeezes the "juice" out of people, so you can asses what is in someone's heart by the kind of person he becomes when under pressure.
 
 
Use this insight to assess your true character. You can see yourself most clearly when things are not going so well. What kind of juice comes out of you when you are under pressure? Is it the bitter juice of anger, or the sweet juice of achievement?
 
 
 
Source: "The Tao of Joy Every Day", Derek Lin, Penguin Group, New York









Tuesday, April 19, 2016

Day 119 ( Defining Yourself ) as a reminder

Defining Yourself

Lately many things happen in my daily routine.... always busy with husband and kids, have some activities with friends...., thanks be to God, that it keeps me learning and growing
This morning... after dropping of my kids at school, I read this book while I was drinking coffee at my favorite porch. ( hehehe.... I miss another favorite place to write - #Panerabread. ).
This is just a sharing about defining yourself. For me, this is a reminder always.....

There is a question....
"How do people define themselves?",
Some do so with words.
They may say, " I am a seeker," or "I am a healer", or " I am a good friend" and so on, but what if they are less than truthful? They may claim to be compassionate, only to exhibit a mean streak; they may claim to be trustworthy, only to betray your trust.
Perhaps they can be defined by their thoughts. This can be more accurate than what they say. For instance, someone who claims to be a salesman may think of himself as a predator. But what if the self-image is at odds with reality? What if someone thinks of himself as courageous, but turns out to be cowardly when the going gets rough?

The Tao of self-definition, therefore, is not based on what you say or think about yourself. Instead, it is based on what you do. You are a seeker only if you are constantly seeking. You are a healer only if you bring others back to health. You are a good friend only if you consistently play that role. The ways you affect others determine your true identity. Your actions, speaking louder than words and thought, become the definitive definition of who you really are.


Source: "The Tao of Joy Every Day" Derek Lin, Penguin Group, New York  2011

to be continued....



Wednesday, September 9, 2015

Cerita kecil dari negeri Antah Berantah


Di sebuah negeri Antah Berantah yang konon sangat indah alamnya  dengan beragam budaya , suku dan agama.

Alkisah tinggal seorang anak kecil berusia 9 tahun yang masih suka bermain bersama kawan – kawannya. Dunianya yang penuh kepolosan membuatnya ingin berteman dan bermain dengan siapa saja. Bertutur dan melihat persahabatan seperti yang diajarkan oleh orang tuanya, bahwa berteman tidak memandang suku, agama, ras, kondisi ekonomi, strata dalam kemasyarakatan, atau apapun yang membedakan satu sama lain. Ia ingin sekali mengundang teman – temannya bermain ke rumahnya.

Di suatu hari Sabtu …., pagi – pagi dengan semangat ia menelpon untuk memastikan jam berapa temannya akan datang sehingga ia akan siap menyambutnya. Sangat kecewa hatinya ketika mendengar bahwa teman yang diharapkan datang membatalkannya karena alasan yang tidak pernah terpikirkan oleh dia, seorang anak usia 9 tahun. Temannya tidak diijinkan datang bermain karena mereka satu sama lain berbeda agama….. si anak tetap berusaha membujuk dengan kepolosan hatinya, meski pada akhirnya jawaban “ tidak diijinkan orang tua” keluar dari bibir temannya dan menyisakan tanda tanya besar bagi si anak.

Merasa terusik. Saat dunia bermain anak – anak dibatasi oleh hal – hal yang tidak seharusnya menjadi masalah bahkan untuk dunia orang dewasa sekalipun. Akan menjadi seperti apa generasi si anak dan yang berikutnya jika mengkotakkan pikiran dan tindakan berdasarkan suku, agama, ras dan kepentingan kelompok tertentu?

Menilik cerita itu, pemahaman  akan hukum agama justru mengalahkan dimensi imannya. Imannya yang merupakan penghayatan sikap sikap dasar agar tercermin dalam perilaku dan tindakan sehari – hari. Baiklah menjadi seorang individu yang beriman dan bertaqwa ( bukan yang beragama ) Memang bagusnya adalah orang beragama dan beriman. Yang terpenting adalah beriman dengan agama sebagai sarana, kendaraan ataupun jalan. Agama bukan tujuan, agama bukan Tuhan. Agama sebagai sarana bertujuan membentuk sikap dan kekaryaan penuh iman, harapan, cinta kasih, suka tolong menolong, saling memperkaya, saling menganugrahkan perdamaian dan kesayangan; pembentukan suatu konvivialitas ( hidup bersama ) dan solidaritas dalam segala kebaikan ( “Kata – kata Terakhir Romo Mangun”, editor Th. Bambang Murtianto )

Ada satu komponen yang tidak dapat dipisahkan dari iman, yaitu budi pekerti. Budi pekerti yang menitik beratkan pada hubungan antara sesama manusia dan juga dengan alam semesta. Tugas orang tua untuk mengajarkan budi pekerti pada anak – anaknya. Dalam bahasa sederhana adalah mengajarkan mereka untuk menghargai orang lain, menghargai keberagaman, mengusahakan keberhasilan bersama, menghargai sesuatu yang baik, dan mendasarkan segala tindakan dengan kasih. Bahasa sederhana itu menjadi lebih kepada nilai – nilai universal yang juga menjadi tujuan dari agama yang sebenarnya.

Hm….. pastinya si anak akan belajar. Belajar akan keberagaman yang akan ditemui sepanjang hidupnya. Bersyukur si anak memiliki orang tua yang mengingatkan juga bahwa tidak semua temannya akan seperti itu. Masih banyak teman – teman lain yang memiliki kepolosan seorang anak untuk bermain bersama siapapun, karena itulah dunia mereka.

Semoga…………..

Sumber : “Kata Kata Terakhir Romo Mangun, editor: Th. Bambang Murtianto, Kompas , 2014