Saturday, September 13, 2014

Proses belajar saat berkompetisi


"It is you..., either win or lose"
Akhir minggu lalu, Sabtu dan Minggu saya mengantar anak sulung saya bertanding tennis di Baytown, Texas.
Cukup melelahkan seharian menonton pertandingan, menunggu jadwal bertanding berikutnya, menonton pertandingan berikutnya, demikian seterusnya, apalagi ditambah dengan penundaan pertandingan karena petir maupun hujan.... Fiuh....
Tak lupa saya selalu membawa buku bacaan, selain untuk menghilangkan kebosanan menunggu, juga membantu agar saya tidak terlalu tegang saat menonton anak saya bertanding.

Sejak pagi, beberapa hal unik terjadi di lapangan. Ada pemain yang saling teriak adu argumentasi tentang skor pertandingan, sementara orang tua pemain yang bersangkutan tidak diperkenankan turut campur membantu. Terpaksa jika sudah demikian, panitia pertandingan akan turun tangan menyelesaikannya.
Di pertandingan lain juga terjadi saling mempertanyakan  antara bola masuk atau keluar lapangan. Beruntung kali ini para pemain tidak sampai berdebat kusir dan kemudian mengambil sikap percaya pada keputusan yang dibuat oleh lawan mereka.

Saya terusik juga melihat semua kejadian unik diatas...........
Anak - anak yang berkompetisi sejak dini di bidang apa saja sebenarnya adalah suatu proses belajar yang  positif jika memang tujuan kompetisi adalah melatih kematangan untuk berusaha melakukan yang terbaik tidak melulu untuk menang, tetapi untuk berkompetisi secara sehat. Ketika berkompetisi, individu melatih kematangan emosional untuk mengontrol reaksi saat sedang berkompetisi. Apakah anak akan tetap memilih bersikap jujur, menghormati lawan, mengontrol sikapnya saat menang maupun kalah, tetap berusaha sebaik - baiknya sampai kompetisi selesai ( tidak patah arang ), yang semuanya melatih anak - anak menghadapi realita hidup yang akan dihadapinya saat dewasa.

Di kesempatan berbeda, saya bertemu orang tua yang juga mengantar anaknya bertanding, dan mereka menyalahkan lawan anaknya yang bersikap curang ( mengatakan bola keluar walau sebenarnya bola masuk ) sehingga anaknya kalah. Kemudian ada juga yang menyalahkan drawing pertandingan yang langsung mempertemukan anaknya dengan pemain ranking tertentu.
Unik, bukan?........
Ini adalah sebuah sikap berbeda yang melihat kompetisi hanya untuk mencapai kemenangan, Jika menang, bagus..... Jika kalah, mereka akan menyalahkan faktor luar seperti cerita diatas, bukan instropeksi diri sehingga berikutnya akan menjadi lebih baik.

Membahas soal sikap terhadap kemenangan atau kekalahan, para psikolog melibatkan locus of control individu. Jika individu memiliki internal locus of control, maka keberhasilan dan kegagalan yang dicapai dikontrol oleh dirinya sendiri. Seperti contoh diatas, misalnya mengalami kekalahan, adalah semata karena yang bersangkutan tidak bermain sebaiknya - baiknya, atau banyak melakukan kesalahan. Positifnya adalah bahwa diharapkan individu selanjutnya akan berusaha lebih baik. Contoh sebaliknya di paragraf sebelumya adalah individu dengan locus of control eksternal yang menyalahkan lawan yang curang atau drawing yang tidak "fair" sebagai penyebab suatu kekalahan.
http://aspeneducation.crchealth.com/article-locus-of-control/

Proses belajar anak selalu melibatkan orang tua. Jadi, sikap orang tua terhadap anak saat berkompetisi turut membentuk locus of control anak juga. Orang tua perlu meyakini bahwa dengan anak bertanggung jawab atas kegagalan maupun keberhasilan mereka, maka mereka memiliki kontrol atas hidup mereka dan melihat permasalahan sebagai tantangan untuk diselesaikan. ( Victor or Victim? - Warren Buffett's Management Secrets )

Semoga ............

No comments:

Post a Comment